Identifikasi Undang-Undang dan Perda yang Mengatur Tentang Penyakit Masyarakat





A. DEFINISI

Penyakit sosial adalah semua perilaku sejumlah warga masyarakat yang tidak sesuai dengan nilai dan norma sosial yang berpengaruh terhadap kehidupan warga masyarakat. 

B. MACAM - MACAM

Beberapa kebiasaan warga masyarakat yang dapat dikategorikan sebagai bentuk penyakit sosial antara lain kebiasaan minum-minuman keras, berjudi, menyalahgunakan narkoba, kenakalan remaja, penjaja sex komersial (PSK), dan sebagainya.

C. UNDANG - UNDANG YANG MENGATUR

Persoalan penyakit sosial juga erat kaitannya dengan permasalahan pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia. Jika dikaji lebih subyektif, banyak bentuk penyakit sosial yang melanggar hak asasi manusia yang merupakan hak dasar yang dimiliki oleh manusia sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, Pasal 28 A- Pasal 28 J, Pasal 29, Pasal 31, Pasal 33 dan Pasal 34 UUD NRI Tahun 1945. Secara lebih rinci persinggungan dengan Hak Asasi Manusia sebagai akibat dari munculnya penyakit sosial juga terdapat pada substansi pasal per pasal Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. 

Telah cukup jelas bahwa pada hakikatnya penyakit sosial ternyata memiliki keterkaitan yang erat dengan norma-norma yang ada di masyarakat. Penentangan terhadap norma-norma sekaligus nilai-nilai yang hidup, tumbuh kembang di masyarakat merupakan suatu bentuk awal dari timbulnya berbagai penyakit sosial. Semakin variasinya jenis, akibat, dan dampak dari munculnya penyakit sosial maka akan semakin kuat juga komitmen masyarakat untuk memperbaiki dan mempertegas norma-norma dan hukum yang diakui pada masyarakat. Bahkan, tidak jarang untuk mengantisipasi penyakit sosial tersebut, masyarakat membuat kaidah-kaidah sendiri. Hal tersebut merupakan suatu bentuk konklusi keinginan masyarakat yang tidak ingin lingkungannya terancam dengan adanya penyakit sosial.


Perda No. 06 Tahun 2011 Tentang Pemberantasan Pelacuran di Kabupaten Batang


Pemerintah Daerah Kabupaten Batang telah memiliki Peraturan Daerah terkait dengan pemberantasan Pelacuran, yaitu Perda Nomor 06 Tahun 2011 tentang Pemberantasan Pelacuran di Kabupaten Batang. 

Perda ini diterbitkan dengan pertimbangan bahwa  pelacuran  merupakan  suatu  perbuatan  tercela, bertentangan dengan    norma agama dan kesusilaan, dapat menimbulkan  penyakit,  merusak  kesehatan  bagi  yang bersangkutan  dan  keluarganya  sehingga  dapat menggoyahkan  kehidupan  keluarga  serta  berdampak  negative terhadap sendi-sendi kehidupan masyarakat. Peraturan  daerah  ini  bertujuan  untuk  mewujudkan  ketertiban  masyarakat  melalui jaminan  kepastian  hukum,  dengan  melakukan  pemberantasan  pelacuran  di  wilayah daerah.

Pasal 3 dalam Perda ini menyatakan, bahwa Setiap  orang  di  wilayah  daerah  secara  sendiri-sendiri  atau  bersama-sama  dilarang membujuk/merayu,  mempengaruhi,  memikat,  mengajak,  dan/atau  memaksa  orang lain dengan kata-kata, isyarat, tanda, dan/atau perbuatan lainnya yang engakibatkan perbuatan pelacuran.

Pasal 4 menyatakan, bahwa setiap orang di  wilayah  daerah  secara  sendiri-sendiri atau bersama-sama dilarang mendirikan  dan/atau  mengusahakan  atau  menyediakan  tempat  dan/atau  orang untuk melakukan pelacuran. Selain itu, setiap orang  di wilayah daerah  secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dilarang untuk melakukan perbuatan pelacuran dan larangan itu  berlaku  juga  bagi tempat-tempat  hiburan,  hotel,  penginapan  atau  tempat-tempat  lain  di  wilayah daerah.

Pasal 7 menyatakan, setiap  orang  secara  sendiri-sendiri  ataupun  bersama-sama, dilarang  mendatangi tempat/rumah yang digunakan atau mempunyai indikasi atau bukti yang kuat sehingga patut diduga tempat/rumah tersebut digunakan sebagai tempat pelacuran dikecualikan:
  1. Orang  atau  sekelompok  orang  yang  bertempat  tinggal  tetap/sebagai  penghuni tetap  di  tempat/rumah  yang  dibuktikan dengan bukti tanda kependudukan yang sah;
  2. Orang  atau  sekelompok  orang  yang  sedang  menjalankan  tugas  dinas  resmi  atau untuk kepentingan/ urusan dinas yang dibuktikan dengan surat tugas; dan
  3. Orang  atau  sekelompok  orang  yang  sedang  mempunyai  kepentingan  keluarga/kekerabatan dengan orang yang bertempat tinggal / sebagai penghuni tetap pada tempat/rumah  yang  tidak  mempunyai tujuan untuk melakukan pelacuran.

  • PENINDAKAN

Bupati  berwenang  menutup  dan  menyegel  tempat-tempat  yang  digunakan  atau  mempunyai  indikasi  atau  bukti  yang  kuat  sehingga  patut  diduga  tempat  tersebut digunakan sebagai tempat pelacuran. Tempat-tempat yang ditutup dilarang dibuka kembali sepanjang belum ada jaminan dari pemilik/pengelolanya bahwa tempat itu tidak  akan  digunakan  lagi  untuk  menerima  tamu  dengan  maksud  melakukan perbuatan pelacuran.

Pasal 10 dinyatakan, bahwa Bupati  atau  Kepala  Satuan  Kerja  Perangkat  Daerah  yang  mempunyai  tugas  di bidang penegakan peraturan daerah berwenang melakukan razia terhadap :
  1. Tempat / rumah yang digunakan atau mempunyai indikasi atau bukti yang kuat sehingga  patut  diduga  tempat  /  rumah  tersebut  digunakan  sebagai  tempat pelacuran;
  2. Orang  yang  sikap  atau  perilakunya  menunjukkan indikasi  yang  kuat  sehingga patut  diduga orang tersebut sebagai pelacur, yang berada di jalan-jalan umum, di  lapangan-lapangan,  tempat  wisata,  di  rumah  penginapan,  losmen,  hotel, asrama,  rumah  penduduk  /  kontrakan,  warung-warung  kopi,  tempat  hiburan, gedung  tempat  tontonan,  di  sudut-sudut  jalan  atau  di lorong-lorong  jalan  atau tempat-tempat lain di wilayah daerah.
  3. Orang  yang  sikap  atau  perilakunya  menunjukkan indikasi  yang  kuat  sehingga patut  diduga  orang  tersebut  melakukan  perbuatan  cabul  dengan  orang lain  di tempat umum atau di tempat-tempat yang kelihatan oleh umum; dan
  4. Orang yang melakukan perzinahan di jalan-jalan umum, di lapangan-lapangan, tempat wisata, di rumah penginapan, losmen, hotel, asrama, rumah penduduk/kontrakan,  warung-warung  kopi,  tempat  hiburan,  gedung  tempat  tontonan,  di sudut-sudut jalan atau di lorong-lorong jalan atau tempat-tempat lain di  wilayah daerah.

  • SANKSI
Setiap  orang  yang  melakukan  pelanggaran  ketentuan  sebagaimana  dimaksuddalam Pasal 3, Pasal 4, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 9 ayat (2),  Pasal 11,  Pasal 13 ayat (3)  diancam  pidana  kurungan  paling  lama  3  (tiga)  bulan  dan/atau  denda  paling rendah Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah), paling tinggi Rp. 50.000.000,- ( lima puluh juta rupiah). Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.

Pemerintah daerah melakukan pencegahan dan penanggulangan pelacuran, serta pembinaan  terhadap  orang  atau  sekelompok  orang  yang  terbukti  melakukan perbuatan sebagai pelacur. Pembinaan dapat dilakukan melalui kegiatan rehabilitasi sosial.

  • DAMPAK YANG DITIMBULKAN
  1. Berimbas Pada Keluarga Kalian
  2. Ancaman Penyebaran Penyakit Menular Seksual 
  3. Banyak Rumah Tangga yang Rusak 
  4. Turut Membiarkan Kegiatan Maksiat Lainnya Berkembang 
  5. Merusak Generasi Muda 
  6. Mendapatkan Dosa Besar
  
SUMBER

http://www.artikelmateri.com/2016/03/penyakit-sosial-adalah-pengertian-macam-penyebab-dampak-pencegahan.html

Komentar

Postingan Populer